(Persepsi
Pribadi)
Saya sungguh berharap suatu nanti akan kembali ke alam, tanpa televisi, dunia yg
orang sebut hiburan itu, yg –sungguh- mengeraskan hati itu, yang gemar
menyajikan informasi menyesatkan itu.
Saya
memang hanya bisa menulis, mengekspresikan penilaian melalui tulisan dan tak
mampu melakukan yang lebih, semisal program tandingan, atau menggalang massa
untuk menolak, juga kalau kukirimkan ke media pasti tak dimuat, pasti. Tapi
tahukah? Sakit, sakit skali rasanya, saat melihat keponakan, adik, sepupu,
tante, bahkan nenek saya yang telah sangat gemar tertawa (tidak pernahmi
kayaknya menangis karena terharu), dihadapan acara tak bermutu, semisal
fesbukers, dahsyat, yks, family100, dan yang semisalnya.
Kualitas
seseorang sangat ditentukan oleh 2 hal: kualitas bacaan dan tontonan. Dan
pemerintah kalau benar-benar memihak rakyat (bkan pengusaha media) sebenarnya punya
kesempatan dan tempat yang emas utk mencerdaskan melalui siaran TV -benahiki
itu media kassian- ia harusnya benar-benar tahu mana siaran yang layak, yang
boleh. Jangan justru kita diperlakukan seperti orang stress semua yang butuh
hiburan berlebih.
Juga,
mestinya, orang-orang pintar dinegeri ini, yang kita sebut pakar itu, atau ahli
itu, tahu betul dampak dari sesuatu yang kita sebut hiburan itu, sesuatu yang
tiap hari disuguhkan itu, yang selalu berusaha membuat ketawa itu. Bahwa sebenarnya,
telah menjadi alat perusak moral buat
anak-anak dan remaja kita. Mengapa? (jawab sendirimi nah! -__-)
Kebanyakan
hadir pula seorang sinis, seolah bijak padahal tak peduli “Kalau tak suka, yah gampang,
tinggal pencet remot dan ganti chenel” masalahnya tak sesederhana ituki
karaeng, masih banyak masyarakat kita yang tak tau memilih, tak tahu mana baik
dan buruk, tak tahu memilih mana yg merusak anaknya mana tidak, bahkan ada pula
tak tahu apa itu pilihan, mereka hanya diajarkan definisi memilih=mencoblos.
Ada pula orang yang sedang ada masalah dgn kepalanya, lalu terhidang pula masalah
di tv, semakin masalahlah ia. Dan yang terbanyak, orang yg telah sungguh tahu baik
buruk tapi punya keputusan mengejutkan.
Okelah,
tv itu dibutuhkan utk informasi. Sekedar itu saja, jangan dilebihkan dari
kebutuhan. Tak usahmi 24 jam siarannya, tak perluji 5 kali sehari beritanya
kalau selalu ituji diulang2 dan tidak adami lagi berita penting, tak usahmi
tambah acara lagi kalau tidak adami lg acara baik-baik ditau. Kasian itu
pemirsa kasian, dia tak tahu dia sedang menonton pembodohan, mmboroskan
waktunya, dan menonton yang sia-sia. Pembodohan tragedi pilpres misalnya,
sebenarnya ini bkn kemenangan rakyat, tapi kemenangan metrotv dan kekalahan
tvone, orang2 kreatif dibalik media iniji yang sebnarnya yang paling banyak berperang,
yang menggalang dukungan, menciptakan opini, yang bilang jangko kampanye hitam
pdhal dia yang begitu, yg ingatkan org2 penting utk netral pdhal dia yg tidak,
yg menyerukan pemilu damai pdhal dia yang pancing….
Mengerikan
sekali itu televisi. Banyak siaran tak penting dan ambisi pribadi didalamnya.
Disanami diajarkan demokrasi, definisi toleransi yang salah, juga ditanamkan
dikepalanya org bahwa seksi itu boleh, islam tak larang. Dan masalah ini tak
semudah ungkapan “tinggal pencet remot dan ganti chenel”. Ada tanggungjawab
moral dan kode etik di dalamnya.
*DNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar