Pages

Rabu, 06 Agustus 2014

Kengerian di Televisi


(Persepsi Pribadi)

Saya sungguh berharap suatu nanti akan kembali ke alam, tanpa televisi, dunia yg orang sebut hiburan itu, yg –sungguh- mengeraskan hati itu, yang gemar menyajikan informasi menyesatkan itu.

Saya memang hanya bisa menulis, mengekspresikan penilaian melalui tulisan dan tak mampu melakukan yang lebih, semisal program tandingan, atau menggalang massa untuk menolak, juga kalau kukirimkan ke media pasti tak dimuat, pasti. Tapi tahukah? Sakit, sakit skali rasanya, saat melihat keponakan, adik, sepupu, tante, bahkan nenek saya yang telah sangat gemar tertawa (tidak pernahmi kayaknya menangis karena terharu), dihadapan acara tak bermutu, semisal fesbukers, dahsyat, yks, family100, dan yang semisalnya.  

Kualitas seseorang sangat ditentukan oleh 2 hal: kualitas bacaan dan tontonan. Dan pemerintah kalau benar-benar memihak rakyat (bkan pengusaha media) sebenarnya punya kesempatan dan tempat yang emas utk mencerdaskan melalui siaran TV -benahiki itu media kassian- ia harusnya benar-benar tahu mana siaran yang layak, yang boleh. Jangan justru kita diperlakukan seperti orang stress semua yang butuh hiburan berlebih.

Juga, mestinya, orang-orang pintar dinegeri ini, yang kita sebut pakar itu, atau ahli itu, tahu betul dampak dari sesuatu yang kita sebut hiburan itu, sesuatu yang tiap hari disuguhkan itu, yang selalu berusaha membuat ketawa itu. Bahwa sebenarnya, telah  menjadi alat perusak moral buat anak-anak dan remaja kita. Mengapa? (jawab sendirimi nah! -__-)

Kebanyakan hadir pula seorang sinis, seolah bijak padahal tak peduli “Kalau tak suka, yah gampang, tinggal pencet remot dan ganti chenel” masalahnya tak sesederhana ituki karaeng, masih banyak masyarakat kita yang tak tau memilih, tak tahu mana baik dan buruk, tak tahu memilih mana yg merusak anaknya mana tidak, bahkan ada pula tak tahu apa itu pilihan, mereka hanya diajarkan definisi memilih=mencoblos. Ada pula orang yang sedang ada masalah dgn kepalanya, lalu terhidang pula masalah di tv, semakin masalahlah ia. Dan yang terbanyak, orang yg telah sungguh tahu baik buruk tapi punya keputusan mengejutkan.

Okelah, tv itu dibutuhkan utk informasi. Sekedar itu saja, jangan dilebihkan dari kebutuhan. Tak usahmi 24 jam siarannya, tak perluji 5 kali sehari beritanya kalau selalu ituji diulang2 dan tidak adami lagi berita penting, tak usahmi tambah acara lagi kalau tidak adami lg acara baik-baik ditau. Kasian itu pemirsa kasian, dia tak tahu dia sedang menonton pembodohan, mmboroskan waktunya, dan menonton yang sia-sia. Pembodohan tragedi pilpres misalnya, sebenarnya ini bkn kemenangan rakyat, tapi kemenangan metrotv dan kekalahan tvone, orang2 kreatif dibalik media iniji yang sebnarnya yang paling banyak berperang, yang menggalang dukungan, menciptakan opini, yang bilang jangko kampanye hitam pdhal dia yang begitu, yg ingatkan org2 penting utk netral pdhal dia yg tidak, yg menyerukan pemilu damai pdhal dia yang pancing….

Mengerikan sekali itu televisi. Banyak siaran tak penting dan ambisi pribadi didalamnya. Disanami diajarkan demokrasi, definisi toleransi yang salah, juga ditanamkan dikepalanya org bahwa seksi itu boleh, islam tak larang. Dan masalah ini tak semudah ungkapan “tinggal pencet remot dan ganti chenel”. Ada tanggungjawab moral dan kode etik di dalamnya.
*DNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar