“Apakah ini
gerangan yg sedang kurasakan?”
Ada suatu waktu
saya merasa menjelma seorang pria yang tergila2 pada perempuan tionghoa bernama
a ling dalam lagu crhistopher nelwan. Dunia seperti berputar, badanku gemetar.
Seperti ada kupu2 menari, dalam dadaku. Tapi tidak, ini bukan cinta yang
seperti itu, ini bukan kegilaan naïf itu. Ini tentang kenangan, sebuah lagu yg mengingatkanku
pada satu episode terindah dalam hidup saya, pada sebuah tempat yang jauh, di
pelosok Kalimantan.
Dan di malam ini, di
malam sunyi ini, saya ingin sekali mengatakan…. bahwa saya rindu, sangat rindu,
pada adik-adik saya di Maratua. Lalu saya
menangis, benar-benar menangis. Laki2 memang boleh menangis, boleh bersedih,
boleh tersentak, atas sebuah kenyataan pahit. Saat saya tersadar pada satu hal,
bahwa jarak, saya dan kalian, telah jauh, betul2 jauh. Tidak ada lagi acara2
mengajar, tidak ada lagi kegiatan2 di dermaga, main2 volly di lapangan, dan
jalan2 ke banyak tempat wisata. Aih, kalau rindu itu datang. Saya jadi benci
perpisahan, sangat benci.
Saya mencintai kalian, bukan sebagai ikal mencintai a
ling. Tapi seumpama ibu mus, pada si ikal. Di usia kalian yang menjelang
remaja, yang orang bilang masa labil-labilnya dan belum punya pegangan hidup
agar tak terombang-ambing, belum ada yang bersedia menjadi peganganmu, bahkan
oleh dirimu sendiri. Selama ini tidak
ada yang mengajarimu tentang realnya hidup, ilmu terkini yang kamu butuhkan,
yang real, mendesak, dan sangat kamu butuhkan sekarang juga. Di daerah jauh dan
pedalaman begitu, yg figure contoh positif belum banyak, yang mencontohkanmu
harus bagaimana agar kamu baik2 saja saat sedang jatuh cinta, harus bagaimana
kalau sedang bosan, sedang jatuh, atau diam-diam galau dan cemas tanpa sebab.
Tidak, kamu mesti belajar sendiri, dunia tak mengajarkanmu, belum! Tapi selalu
kukatakan dulu. jadikanlah segalanya adalah guru, tempat belajar. Temukanlah
guru sebanyak2nya dalam hidup. Sering2lah kunjungi hatimu, temuilah ia dalam
malam. Bacalah buku-buku terbaik, temukan teman2 terbaik, dan teladanilah hanya
org2 baik. Tak pernah ada mantan guru dalam hidup, itu bukan jabatan, dia
panggilan hati, pekerjaan jiwa.
Setiap orang
memiliki cara untuk mengenang, setiap orang mempunyai saat2 tertentu dikepungi
rindu. Lalu, seperti apa saya dikenang? Bagaimana saya dirindu? itu bagian
personal kalian. Tapi bagi saya, ber-sm3t di maratua adalah 1 tahun episode
kisah terindah dalam hidup. Sbuah kisah petualangan anak muda dengan segala
dimensi yang kompleks. Memberiku segala proses yg dibutuhkan. Terimakasih atas
setahun yang indah. Jauh di dalam lubuk hatiku, saya sangat menyayangi kalian.
Tak pernah cukup segala ilmu, tak pernah cukup segala senyum dan cinta. Segala
kisah bisa kita simpan, untuk kita ceritakan suatu nanti, saat berjumpa lagi,
nanti.
Antara Makassar-Maratua,
terbentang jarak. Jauh, jauh ke utara. Kesana segala rindu berarak, segala haru
mengarah. Tak semua pesan sempat di balas, atas pertanyaan dari
kalian, yang hampir selalu sama: Apa kabar kak? Kapan kembali lagi ke
pulau Kak? Malam ini, kujawab, dengan segala rindu dan haru bahwa saya
Alhamdulillah selalu sehat, masih selalu baik2 saja, dan insha Allah, kalau
Allah menghendaki, suatu nanti akan kembali ke maratua, meski sekedar jalan2,
meski belum tau entah kapan. Salam dari Makassar, baik-baiklah selalu di sana,
di pulau indah kalian!
Sincerely
love, Dhito Nur Ahmad!