Pages

Sabtu, 15 Desember 2012

Catatan Perjalanan


Catatan Perjalanan
Sealur cerita di Bumi Nene Mallomo

Setelah menempuh 6 jam perjalanan yang melelahkan, akhirnya sampailah kami di kota tujuan. Sebuah kota kecil, dengan jajaran pohon berbaris dan pemandangan hamparan sawah membentang. Hari itu telah sore, matahari telah temaram di ufuk barat. Kami, serombongan mahasiswa KKN dengan enggang dan malas sekali turun dari bus sembari mengurus barang masing-masing. Hari pertama, kami diarak menuju kantor kecamatan, berdesak-desakan dalam sebuah ruang yang dipenuhi tempelan-tempelan foto. Dua orang yang tak kukenal telah duduk dengan gagah sekali di depan hadirin. Segala hal diberitahu, mulai dari hal remeh-temeh semisal bagaimana beradaptasi dengan tuan rumah yang akan ditempati rumahnya, tentang kota ini yang merupakan penghasil beras dan telur tertinggi di Sulawesi Selatan (loooh.... apa hubungannya dgn tugas kami?), sampai pada penyerahan mahasiswa ke kepala lingkungan masing-masing.
Kota ini, sebuah kota sederhana yang berjarak 180 kilo meter dari makassar. Di hampir setiap sudut kita akan disuguhi dengan pajangan poster dan baliho politik. Aku yakin, masyarakat daerah ini punya fanatisme tinggi terhadap salah satu kandidat orang nomor satu di provinsi ini. Tentu saja, jika dibandingkan dengan makassar, kota ini berbeda. Pastinya tidak akan ada kemacetan lalu lintas yang bikin gerah dan menjengkelkan itu. Di hari apapun, tak akan ditemui sekumpulan anak muda murahan yang berteriak-teriak di jalan, mencegat mobil sembarangan, atau melakukan aksi saling lempar batu seperti yang sering disajikan di tv. Ya, aku sedang tidak di makassar.
Maka di sinilah aku sekarang, berkenalan dengan langit sidrap yang temaram. Di sini aku berjabat dengan banyak hal. Mempelajari segala hal baru yang belum kami temui. Jika sore tiba, kami bisa dengan leluasa jalan-jalan ke Pangker, sebuah taman mini yang terletak pas di tengah kota pangkajene. Pagi hari, kami menghambur ke jalan, menuju sekolah tempat ppl, pulangnya, barulah bisa melenggang santai menikmati keakraban dengan tetangga.
***
Sekolah kami, SMP Negeri 3 Pangsid. Sebuah nama sekolah yang aneh... hehehe. Tapi jangan heran, itu hanya singkatan. Nama PANGSID itu merupakan singkatan dari PANGKAJENE SIDRAP. Tapi jangan salah loowh, sekolah ini memiliki siswa-siswa yang ramah, menyenangkan, tidak sombong, rajin menabung, dan berbakti pada orang tua (hihihi). Dan..... yang terpenting adalah siswa ceweknya, cantik-cantik (walaah...). pasti tak secantik siswa dari sekolah manapun yang pernah engkau temui.

SMP 3
Di sekolah ini. Aku dan Ramli adalah mahasiswa yang paling dekat dengan siswa, scaara kami berdua adalah pria baik-baik dan memiliki senyum termanis (preet....). Aku ditugaskan mengajar di dua kelas, kelas 8.1 dan 8.2, sedangkan ramli mengajar di kelas 8.3. Mengajar di dua kelas, tentulah aku punya porsi waktu mengajar yang banyak, dan tentu saja mengurangi jatah waktu untuk bersantai. Untungnya, guru pamongku, Pak Haris baiknya bukan main, segala yang bernama perangkat pembelajaran yang sering bikin mahasiswa terperangkap dalam mengajar itu tidak dibebankan kepada kami. Jadi tugasku hanya mempersiapkan mental, masuk kelas, bertingkah sok tahu, dan memasang muka seramah mungkin.

Pak Haris bersama istri (tengah)
Dikelas, perbincangan selalu mengalir begitu saja. Situasi semi-formal kuterapkan dalam pembelajaran dengan baik sekali. Dan hasilnya, bukan main. Saya akrab dengan siswa, pembelajaran jadi menyenangkan, dan siswa-siswa yang mengangguk pasti dengan hal yang kukatakan. Tapi jangan pernah tanya apakah mereka mengangguk paham atau tidak, karena aku sendiri tidak yakin.  
Nah. Inilah dia, siswa-siswa yang baik hati, tidak sombong, senang belajar, rajin menabung, dan berbakti pada orang tua itu..... Adhe. Ifha, Anhy, Uphy, Ekha, dan Unnhu. (dari kiri ke kanan)

Me 'n' adik-adik
Me, Ifha, unnhu, n Ritha

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, moment dua bulan serasa dua hari saja (hallaah). Pertemuan dan kebersamaan ini harus diakhiri, dan perpisahan adalah sesuatu hal yang tidak terhindarkan. Tentu saja sangat tidak afdhal sebuah perpisahan tanpa tangis dan air mata. Maka kami, saya dan ramli bersama adik-adik menyediakan waktu khusus untuk menangis bersama.
Acara ini dilaksanakan atas inisiatif adik-adik siswa. Sehari sebelumnya barulah secara khusus mereka memberitahuku rencana mereka. Di kelas 8.1, saat jam terakhir tiba, para siswa tidak ada yang pulang. Maka dimulailah seremoni menangis berjamaah ini dengan hikmad. Dimulai dari pengantar dari Masriani, sang ketua kelas. Dia menyampaikan kata-kata yang aduuhai, mampu menembus semua lapisan hatiku (wuiiizzhh). Dilanjutkan dengan pembacaan puisi perpisahan oleh Uphy, dia menangis, Aku dan Ramli menangis, mereka semua menangis. Tak lupa pula, diakhir acara mereka memintaku memberikan sepatah kata yang akan mereka jadikan mutiara untuk disimpan baik-baik. Tapi, aku tak bisa berkata-kata, segala definisiku tentang kesedihan tak bisa lagi tergambarkan dengan kata-kata. Jadinya, aku hanya menyampaikan terimakasih dan permohonan maaf terdalam saja, itu saja.
Terakhir, mereka menyediakan kado khusus buat aku dan ramli. Mereka memberiku tanda cinta dan air mata mereka yang penghabisan dalam bentuk kado kecil yang mereka bungkus sendiri.
Aku menerimanya dengan mata berkaca-kaca waktu itu, kutatapi mereka satu-satu dengan perasaan gamang. Aku tahu, suatu saat aku akan sangat rindu pada mereka. Kusalami tangan mereka dengan gagah sekali. Seolah hari itu adalah pertemuan kami yang terakhir kalinya. 
Now, your name has been etched in my heart, and one day will return to you with the same heart condition. I will always love you all.
Kado dari siswa, dan kata-kata pengantarnya. hehehe...
Sebelum berpisah, kami sempatkan berfoto bersama di depan kelas. Aku merasa ini merupakan keakraban yang tak biasa, sebuah sensasi kebersamaan yang tak mungkin ternilai dengan materi, dan itu telah kami kekalkan dengan foto bersama. Melengkapi sealur cerita yang telah kami ukir bersama di bumi Nene Mallomo.
Mengekalkan kebersamaan
Sesampai diposko, barulah kubuka baik-baik bungkusan kado itu. Dan.... sebuah jam meja yang cantik. “ Biar tidak telat bangun pagi Kak” begitu bunyi sms Ifah yang dikirimkan ke hapeku.
Kubalas semua itu dengan terimakasih dan cinta terdalam......... Salam rindu dariku, dari sebuah tempat paling sunyi di dunia.....
Dhito Nur Ahmad, Makassar......... 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar