Diadaptasi dari:
Nunu Nurulhasanah Muhsinin
Nak,
ayah sengaja membawamu kesini karena ayah mau bicara serius sama kamu, ayah ingin memastikan kepastian masa depan kamu, kepastian keputusan hidup kamu, dan kepastian mimpi-mimpi kamu. Sekarang, kamu
sudah baligh. Kamu relatif sudah bisa membedakan yang benar dan yang salah.
Tapi kamu masih terlalu muda buat kenal dunia secara luas, seluas laut dan
langit di depan kamu itu.
Nak,
apa kamu pernah menerka kenapa ayah sangat membatasi kamu nonton TV, kenapa
ayah sering potong kabel TV yang baru dibeli ibumu? Apa kamu tahu kenapa ayah
sering ajak kamu menjauhi keramaian, kenapa ayah sering banting pemutar musik
kamu? Kamu tahu, nak? Itu karena ayah sayang kamu dan tak mau kamu jadi
orang-orang bentukan media mainstream yang tak islami.
Pada
umumnya mereka itu membuatmu tahu dalam ketidaktahuan. Kamu jadi tahu cara membuat
orang ketawa, cara supaya dunia melihat kamu, cara berbahasa yang up to date,
dan cara tetap ikut tren. Kamu jadi tahu si artis anu lagi bunting 7 bulan.
Kamu dijejali dengan informasi-informasi tak penting, sama tdk pentingnya artis
anu baru ngerayain ulang tahunnya di Food Court Pondok Indah Mal.
Tapi
nak, kamu tak pernah diajarkan harus gimana kalau kamu mimpi basah, apa yang
harus kamu lakukan kalau mau nikah tapi belum siap. Kamu gak diajarkan bahwa
onani itu masuk dalam tujuh dosa besar. Kamu tak diajari cara milih calon
pasangan hidup yang benar, apa kriterianya.
Kamu
jadi tahu batasan HAM tapi tidak hukum islam. Kamu jadi tahu cara ngitung PPn,
tapi ngitung zakat kebun kamu sendiri saja bingung. Kamu jadi tahu di
Bangladesh itu orang kebanjiran terus, tapi kamu malah tak tahu komplek sebelah
kita juga kebanjiran. Siaran setengah jam pagi-pagi itu jelas kurang nak.
Bahkan kamu sama sekali tak dibuat mengerti cara baca Quran. Bedain “fa” sama
“qof” saja tak bisa, gimana mau paham, anakku?
Kamu
nanti malah jadi bingung, di TV diajarin menikah sama anak di bawah umur itu
bejat tak ketulungan, apa kamu mau bilang Nabi Muhammad yang menikahi Aisyah
umur 16 tahun itu bejat? Di TV diajarin makan jilat tangan itu tak sopan, tapi
di hadits kamu temui sunahnya itu malah jilat tangan. Di TV diajarin kalau
ketemu orang itu salaman, padahal di hadits yang kamu pelajari, lebih baik kamu
ditusuk besi panas daripada bersentuhan dengan bukan mahrom. Di TV disiarkan
bahwa lesbi dan homo itu manusiawi dan sudah lazim, tapi di hadits, mereka itu
layak dihukum mati.
Ayah
paling takut kamu mengarah ke logika-logika praktis begitu. Ayah takut kamu menomorduakan
Quran Hadits karena tak logis menurut kamu. Camkan ini nak, agama itu bukan
dibangun dari logika, dan agama itu jauh dari kelogisan-kelogisan yang ada di
novel Sophi’s World, walaupun dia jadi best seller internasional selama
beberapa tahun. Nak, Al-Quran itu sudah jadi super best seller se-semesta
selama belasan abad.
Kalau
agama ini menuruti kelogisanmu, tak akan ada cerita 313 pasukan islam dengan
perbekalan dan senjata yang jauh dari memadai bisa menang melawan 1.000 pasukan
kafir dengan perbekalan dan senjata yang berlebihan waktu perang Badr. Tak akan
ada cerita pasukan islam masih bertahan di perang Khandaq setelah dikepung dari
segala penjuru. Gimana mungkin ada bantuan angin dalam perang di abad ketujuh?
Nonsense! Itu semua tak akan masuk ke logikamu, nak.
Kamu
akan wudhu dengan membasuh duburmu kalau kamu mau ikut logika, tapi bukan begitu
yang diajarkan, nak. Kita tak tahu apa-apa. Keimanan itu bukan kelogikaan. Iman
itu artinya percaya. Percaya bahwa aturan itu tepat walau tak masuk logika
kamu.
Itu
kenapa kamu harus mendalami Quran Hadits dengan mantap. Kamu tahu kan, bahwa
ilmu yang wajib dicari itu ada tiga: ayat yang menghukumi, sunah yang
ditegakkan, dan ilmu hukum waris. Intinya kamu wajib belajar Quran Hadits. Ilmu
yang di luar itu statusnya cuma ilmu tambahan. Ayah sama sekali bukan melarang
kamu sekolah sampai title kamu 10 biji, kalau ada. Sekolahlah tinggi-tinggi,
cari ilmu sebanyak-banyaknya, itu positif.
Ayah
cuma takut, kamu bisa menghitung bulan itu tepat ada di atas kepala kamu pada
tanggal berapa jam berapa, tapi kamu kebingungan ngitung waris waktu ayahmu ini
meninggal. Ayah takut kamu bisa fasih luar biasa berbahasa Inggris, tapi salam
aja ngomongnya “semlekum”. Ayah tak mau kamu hapal irregular verb dan certain
adjective, tapi tak hapal siapa saja mahrom kamu.
Ayah
tak mau kamu bisa membedakan processor bagus dan yang tidak, bisa bedakan awan
cumulus dan nimbus, bisa bedakan membran sel dan membran mitokondria, tapi kamu
tak bisa bedakan halal-haram dan suci-najis. Dan hal-hal semacam itu. Ayah
takut kamu kuasai dunia tapi tak ngerti hukum islam, nak.
Ayah
tak kebayang, pasca tiada nanti kamu jawab apa waktu ditanya, “Kenapa dulu kamu
lebaran duluan dibanding tetanggamu?” Apa kamu bakal jawab, “Abis di tanggalan
lebarannya tanggal segitu, saya kan gak tahu aturan sebenarnya gimana.” Terus
ditanya lagi, “Lantas, kenapa kamu tidak cari tahu ilmunya?” Apa kamu berani
jawab begini, “Saya kan mau sekolah sampai S3, mau punya rumah besar, mau jadi
anggota dewan, target saya banyak, jadi belum sempat mendalami islam.” Berani?
Dalamilah
ilmu agama, nak. Malaikat akan membentangkan sayap-sayapnya karena senang
padamu yang sedang mencari ilmu. Sampai ikan-ikan di lautan, semua mendoakanmu,
nak. Kalau kamu jadi pengajar dan pengamal Al-Quran, ayah bakal dapat mahkota
emas yang terangnya lebih dari matahari. Itu jauh lebih membanggakan dari ayah
dipanggil mau diberi penghargaan karena kamu meraih nobel. Ayah dapat mahkota,
kamu tentu dapat lebih dari itu, nak.
Setelah
ilmumu kuat, aplikasikan, sebarkan, dan perjuangkanlah semaksimal yang kamu
bisa, nak. Jangan takut cacian orang. Jangan menyerah walau sedunia ini
memusuhi kamu. Gigit agamamu dengan gigi geraham. Lebih baik kamu hidup dengan
ngangon kambing di Gunung Leuser sana ditemani 200 harimau sumatera daripada
kamu hidup makan enak dan mudah tapi tak bisa aplikasikan agamamu.
Nak,
dari dulu orang hebat itu selalu dianggap asing di zamannya. Itu bukan berarti
kamu harus menjadi asing, nak, bukan. Tapi, risiko kamu “diasingkan” masyarakat
itu besar kalau kamu bawa nilai-nilai baru, atau nilai-nilai lama yang dianggap
baru.
Anak
muda seperti kamu punya tenaga dan semangat yang jauh lebih besar daripada
orang tua seperti ayah begini. Ibnu Umar, pada usia 13 tahun ingin ikut dalam
Perang Badr, tapi dilarang, nak, karena masih terlalu muda. Ia akhirnya ikut
dalam perang Khandaq pada umur 15 tahun. Sejak belia, beliau senang mencari
ilmu, nak. Beliau menjadi periwayat hadits kedua terbanyak setelah Abu
Hurairoh.
Kamu
tentu sering dengar Ali bin Abi Thalib, anakku. Beliau sudah menjadi bintang
lapangan pada Perang Badr, saat usianya masih sekitar 25 tahun. Beliau menjadi
pimpinan pasukan Perang Khaibar, beberapa tahun kemudian, yang akhirnya menang
gemilang. Beliau yang membunuh Marhab, panglima besar Yahudi. Semua dalam usia
belia, anakku.
Imam
Bukhori yang menyusun hadits tershahih sampai sekarang, beliau mulai berkelana
pada umur 16 tahun. Jiwa muda yang tetap teguh belasan tahun menghimpun
hadits-hadits shahih. Kamu tahu apa yang terjadi pada Imam Bukhori, anakku?
Beliau diusir dari kampung dan menjadi musuh banyak orang pada zaman itu. Tapi
itu tidak membuatnya gentar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar