Pages

Jumat, 14 Desember 2012

Mahasiswa Makassar

Mahasiswa Makassar

Oleh : Anonim (saya lupa)

Bercerita tentang Makassar, banyak hal yang bisa didengar. Tentang leluhur yang terkenal tegar, pelaut-pelaut ulung yang pandai berlayar, menaklukkan samudra sampai ke Madagaskar. Atau tentang Sultan Hasanuddin Sang pendekar, raja pemberani yang tak kenal gentar, hingga“Ayam Jantan Dari Timur” oleh penjajah ia diberi gelar. Atau juga tentang Syekh Yusuf Sang penyabar, meski dibuang oleh penjajah yang kurang ajar, sampai ke Afrika dia terdampar, di sanalah ilmu dan islam ia sebar. Bercerita tentang Makassar banyak hal yang bisa didengar, karena memang sering jadi berita besar, akibat putra daerah yang bikin gempar. hingga orang Makassar sendiri kadang berkelakar, apakah mereka juga orang-orang besar? ataukah beritanya yang tidak benar? Yang ditanya cuma berujar : “sabar…..semuanya masih samar”. Atau sengaja dibikin samar?



Bercerita tentang Makassar, memang banyak hal yang bisa didengar, tapi kalau bercerita tentang mahasiswa Makassar, lebih banyak lagi yang bisa didengar. Orang bilang mereka sangar-sangar meski badan mereka tidaklah kekar, apalagi di depan mahasiswa baru yang ditatar. Lagaknya bak pendekar besar, pembela yang benar. Tak pernah alpa mahasiswa baru diajar untuk memihak rakyat yang terlantar. Tapi tak terhitung pula kata-kata kotor dan kasar dari mulut mereka terlontar. Bahkan mereka tak segan-segan menampar, membantai maba dengan pukulan halilintar, ataupun tendangan putar dengan sepatu keras Caterpillar. Akibatnya wajah maba semua memar, bahkan ada yang matanya hampir keluar dan tak bisa lagi melihat dengan benar. Tak cuma itu yang bisa didengar tentang mahasiswa yang sok pendekar. Semua fakultas arogansinya sama benar, fanatisme sempit pun disebar : hanya fakultas atau jurusan kita yang benar dan terbesar. Yang lain? dengar saja teriakan mereka yang menggelegar : “yang bukan fakultas ini, keluar!!!” Akibatnya , perang antar fakultas atau jurusan pun tak terhindar. mereka saling mengejar berputar-putar, dengan batu dan pecahan genteng saling melempar, pedang, badik dan panah pun menyambar-nyambar, diselingi bunyi papporo’ yang menggelegar. Hasilnya, tak sedikit mahasiswa yang kena lempar, kena sabetan pedang atau panah hingga terkapar, gedung-gedung dan kendaraan pun ikut terbakar jilatan api yang berkobar, tak ketinggalan ada juga pembantu rektor yang sial terkena lemparan nyasar, kaciaaaaaaaaaaaaaaaan benar!



Mahasiswa menjelma menjadi mahluk barbar yang tak lagi bisa menggunakan nalar hingga sering bikin makar. Tapi lucunya, mereka juga akan marah besar kalau dibilangi : “kurang ajar!” Benarlah kata orang tentang orang Makassar : pa’bambangang na tolo atau emosinya mudah terbakar alias tak sabar . Setelah puas mereka pun bubar, masing-masing pulang ke kamar, bertukar kabar dengan tetangga kamar yang tadinya saling melempar sambil membuat janji menjenguk temannya yang terkapar, di rumah sakit besar yang mungkin mereka tak mampu bayar. Bercerita tentang mahasiswa Makasssar bukan itu saja yang bisa didengar. Meskipun mereka sangar dan kasar tapi lembut bahkan tak berdaya jika di depan pacar. Gaya hidup selebritis dijadikan standar, dengan mobil model yang terakhir keluar, mereka ke kampus atau pusat kota berputar-putar atau mengantar pacar pergi ke pasar, sekedar beli kangkung atau acar. Paling senang bersama gengnya pergi ke bazar, ke pantai atau festival musik yang hingar bingar, tak pernah absen ke bioskop nonton film terbaru yang diputar, dan untuk sekedar menghilangkan lapar, mereka kadang ke sari laut makan ayam panggang atau ikan bakar. Banyak juga yang kerjanya cuma belajar dan belajar, nilai tinggi dikejar-kejar, hingga tak peduli lagi dengan dunia luar. Pikirnya bagaimana kuliah cepat kelar, jadi sarjana ke sana sini melamar atau menunggu dilamar oleh sang pacar yang kian tak sabar.



Bercerita tentang mahasiswa Makassar sebenarnya tak jauh beda dengan yang diluar. Tiap hari datang ke kampus untuk belajar di ruang kuliah full AC atau kipas angin yang bikin segar, atau justru terkantuk-kantuk menahan sabar, menanti langkah kaki dosen yang tak kunjung terdengar, karena sudah jadi kebiasaan terlambat mengajar. Dosennya bilang itu sih wajar tapi kalau mahasiswa mengkritik agak kasar, atau kebobrokannya disebar-sebar, akan dibilangi “kurang ajar” dan nilai error pun pasti akan ramai keluar. Karena waktu yang kian melar dosen masuk kelas cuma untuk berujar sekedar basa-basi yang hambar: “Mahasiswa sekalian, selamat siang menjelang ashar” atau “apa kabar?” Habis “kuliah” mahasiswa pun bubar tanpa banyak berkomentar. Mereka berpencar menyusuri gedung kampus yang makin sangar karena tak pernah lepas dari rumput liar dan semak belukar, hingga sering orang bilang banyak hantu kesasar. Tak pernah lupa mereka mencakar dinding kampus yang baru dipugar, atau merusak taman beserta pagar. Lalu tanpa perasaan bersalah mereka berkelakar, persetan aturan mana yang kita langgar, semua ini kan kita yang bayar.



Bercerita tentang mahasiswa makassar memang tak jauh beda dengan yang diluar, termasuk untuk urusan perempuan yang selalu bikin ramai kayak pasar. Dari yang sering pamer lubang pocci alias pusar, yang tak pernah absen mengintip keluar, tak peduli sengatan matahari yang membakar, sampai mahasiswi yang berjilbab dan berjubah lebar bahkan sampai yang bercadar. Mereka bagaikan bunga melati atau mawar, dengan pesona dan aroma yang menebar, menggoda kumbang yang siap mengejar melati atau mawar yang sedang mekar, hingga tak jarang kabar tersiar, banyak melati atau mawar tak lagi segar, tinggal luka, sesal dan tatapan nanar, menatap kumbang yang berubah liar. Tak perlu kau gusar karena ini bukan lagi rahasia besar, lebih baik kau sadar dan kembali ke jalan yang benar, hibur temannya dengan suara datar yang nyaris tak terdengar.



Bercerita tentang mahasiswa Makassar memang tak jauh beda dengan yang diluar. Karena masih banyak juga yang masih sadar, kuliah dengan benar dan mengasah nalar lewat diskusi dan seminar, serta menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar lewat ceramah dan tabligh akbar, meski kadang ada juga yang sadar atau tak sadar, terjebak fanatisme kelompok yang katanya punya dasar, hingga dianggapnya kelompoknyalah yang paling benar, seakan tiap malam mendapat lailatul qadar, jadi ahlul jannah seakan pasti benar, sedang yang lain hanya jadi ahlunnaar. Bercerita tentang mahasiswa Makassar memang tak jauh beda dengan yang diluar. Ketika negara menjadi gempar dan rakyat kian terlantar ditengah arus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang makin lancar oleh penguasa yang kurang ajar, bahkan ketika negara dijual di bursa cakar, suara mahasiswa itu pun tak lagi terdengar yang dulunya menggelegar dan membuat gemetar mahasiswa baru yang ditatar. Tak nampak lagi semangat yang berkobar. Kritikan tajam dan demonstrasi pun tak lagi gencar, hingga amanah reformasi tak lagi terhantar.



Bercerita tentang mahasiswa Makassar memang tak jauh beda dengan yang diluar. Tapi kalau harus berkomentar, temanku bilang: maunya saja dibilang pintar tapi lebih lembek dari para pelajar, bahkan mungkin nyalinya tak lebih besar dari murid sekolah dasar. Jadi kesimpulannya: mahasiswa Makassar, “GAYANAJI!” teriaknya sambil tertawa lebar. Aku sendiri sih tak mau sesumbar, hanya bisa tersenyum hambar sambil mengelus jenggot yang sedikit lebih selembar. Karena kalau mau jujur berujar, aku dan temanku itu pun orang Makassar, juga sama-sama sebagai mahasiswa Makassar. Yahhhh……Dasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar